Positioning
Sudah sangat mafhum dan sangat dikenali, bahwa ujung dari semua perasaan yang ada pada manusia adalah bagaimana mengkondisikan hati. Musibah, cobaan ataupun kebahagiaan berupa rizki, maka siratan perasaan manusia secara lanjut akan diolah oleh hati. Sejauh mana hati memberikan respon terhadap suatu fenomena, maka itu adala refleksi dari bagaimana orientasi hati pada waktu itu.
Tolok ukur inilah yang secara mudah bisa kita jadikan referensi untuk menilai dimana posisi hati kita saat itu.
Jika suatu saat terjadi musibah yang mengakibatkan hilangnya sejumlah materi, kemudian lha kok efek yang timbul adalah kegeloan tiada tara karena hilangnya si materi, lalu emosi jadi meluap, nyali jadi citu, merutuk tanpa alang kepalang, seribu tanda tanya, dari mulai kenapa musibah terjadi, kenapa harus saya, lalu secara cepat otak mengkalkulasi berapa kerugian yang diderita, entah berapa duit bakal melayang dll. Maka yakinlah posisi hati kita sedang dalam area duniawi secara condong dan menjauh dari area baqa'.
Dan ketika musibah terjadi, semisal yang mengakibatkan terenggutnya sisi-sisi kesehatan, kemudian hati ini teringat pada kisah Nabi Ayyub dan masih bisa bersabar serta bersyukur dari apa yang dia terima, maka kentara sekali posisi hati saat itu sedang dalam kondisi bagus.
Mendiagnosa kondisi hati, kemudian terlahirlah dari situ kondisi iman. Segera beranjak menuju posisi iman yang tinggi, bi'idznillah musibah bisa jadi berkah, hati jadi bungah, pikiran tak lagi resah dan gelisah. Dan ketika rizki didapatkan, insyaAlloh euforia akan cinta dunia tidak akan menggejala dan melenakan.
-sebuah kontemplasi dari konstipasi perasaan-
Tolok ukur inilah yang secara mudah bisa kita jadikan referensi untuk menilai dimana posisi hati kita saat itu.
Jika suatu saat terjadi musibah yang mengakibatkan hilangnya sejumlah materi, kemudian lha kok efek yang timbul adalah kegeloan tiada tara karena hilangnya si materi, lalu emosi jadi meluap, nyali jadi citu, merutuk tanpa alang kepalang, seribu tanda tanya, dari mulai kenapa musibah terjadi, kenapa harus saya, lalu secara cepat otak mengkalkulasi berapa kerugian yang diderita, entah berapa duit bakal melayang dll. Maka yakinlah posisi hati kita sedang dalam area duniawi secara condong dan menjauh dari area baqa'.
Dan ketika musibah terjadi, semisal yang mengakibatkan terenggutnya sisi-sisi kesehatan, kemudian hati ini teringat pada kisah Nabi Ayyub dan masih bisa bersabar serta bersyukur dari apa yang dia terima, maka kentara sekali posisi hati saat itu sedang dalam kondisi bagus.
Mendiagnosa kondisi hati, kemudian terlahirlah dari situ kondisi iman. Segera beranjak menuju posisi iman yang tinggi, bi'idznillah musibah bisa jadi berkah, hati jadi bungah, pikiran tak lagi resah dan gelisah. Dan ketika rizki didapatkan, insyaAlloh euforia akan cinta dunia tidak akan menggejala dan melenakan.
-sebuah kontemplasi dari konstipasi perasaan-
Labels: 20Cent
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home